"Kita sudah cukup begini, kita hanya punya nama baik, itu saja yang harus kita jaga terus." (Muhammad Hatta)

Ikut Dagang Topi di Tangsel Jazz Festival

Kamis, 20 Agustus 2015

Assalamu'alaikum Wr, Wb.

Tanggal 15-16 Agustus 2015 lalu, saya berkesempatan jagain stand Komunitas Topi Bambu di acara Tangsel Jazz Festival (TJF) biar gak lari tuh stand. Selain dapat uang dari hasil penjualan topi, tentu saja saya bisa masuk gratis ke acara tersebut. Hehehehe, asikk bener dah....
Hari pertama jaga stand, siang-siang nih. Panas beud....
Sebetulnya saya tidak suka musik jazz karena jujur gak ngerti sama irama dalam musiknya. Ditambah karena konon jazz itu segmentasinya untuk kaum borjuis, membuat saya cenderung benci dan iri dengki terhadap musik jazz. Bahkan mungkin hampir anti sama sekali.

Entahlah pokoknya ketika mendengar kata 'jazz', dalam benak saya seolah seperti tercipta kembali sekat yang begitu kuat antara barat dan timur, antara londo dan inlander, antara kaya dan miskin, antara cerdas dan bodoh, antara kota dan desa, antara A dan Z, dan antara-antara blablabla lainnya. (halahh lebay... :D)

Kenapa ya saya bisa berpikir sejahat itu? Padahalkan musik metal dan segala anak cucu dan keturuannnya yang notabene menjadi aliran air sungai cisadane musik paling mendominasi di koleksi mp3 bajakan saya aja buatan barat, londo, kaya, cerdas, dan kota. Hehehe... tau ah gelap....

Yah tapi namanya manusia ya, gak bisa 100% jahat, juga 100% baik. Toh, meski benci jazz saya malah ngefans sama Tompi. Ya, Tompi itu kan musisi jazz, yang selalu saya harapkan dan pastinya saya banggakan kalo dokter Tompi lebih keren pindah aliran menjadi seorang rapper, atau menjadi pokalis grup rock Jamrud. Hihihihi.... Piss...

Saya bersyukur banget, stand Komunitas Topi Bambu di Tangsel Jazz Festival berada sangat dekat dengan Stage Jawara, yang diisi penampilan musisi-musisi jazz papan atas Indonesia. Sebut saja mulai dari The Groove, Maliq D'Essentials, Kunto Aji, Tulus, Iga Mawarni, sampai Tompi tampil di panggung ini. Tapi ya cuma pas saat Tompi doang sih saya maju ke depan dari awal lagu sampai akhir.

Meski begitu, musik itu memang bahasa paling universal ya (halah, sok-sok abstrak lagi gw). Selain lagu-lagu yang dinyanyikan Tompi, ternyata ada beberapa lagu jazz dalam negeri yang memang diciptakan sangat indah untuk didengar di telinga saya. Mungkin sebetulnya masih ada lagi musik jazz yang sangat indah, cuma karena waktu itu saya lagi pokus aja layanin calon pembeli yang nanya-nanya dan jelalatan lihat cewek-cewek muda, SPG-SPG, dan tante-tante cakep jadi gagal pokus deh dengerin speker toa di panggung jawara.

Salah satu lagu yang paling berkesan menurut saya, dan sangat indah di dengar telinga malam itu adalah lagu yang dinyanyikan Tulus berjudul 'Gajah' dan tentu saja lagu cintanya yang berjudul 'Teman Hidup'. Kudet amat ya saya belum tahu lagunya tulus? Hehehe, jadi malu saya. Harap maklum lah, saya baru tahu kalau Tulus itu memang sekarang lagi ngehits-ngehitsnya di dunia persilatan permusikan Indonesia. Ini semua gegara acara musik yeyeyelalala yang sudah menodai citra musik Indonesia hampir sewindu terakhir ini nih. Membuat saya jadi ilpil dan akhirnya kudet sama musik.

Selain lagu Tulus, ada juga lagunya Kunto Aji yang berjudul 'Terlalu Lama Sendiri' yang terdengar begitu pas ditelinga. Sebetulnya saya sudah beberapa kali mendengar lagu ini, biasanya ekspresinya ya biasa aja. Tapi tidak pas di Tangsel Jazz Fest malam itu, nih lagu kok jadi enak didenger ya? Mungkin karena alasan belum pernah pacaran secara real hingga di usia 24 tahun 9 bulan 22 hari, yang membuat saya secara naluriah menyukai lagu ini. (Curhat ceritanya... :D )

Thanks Kunto Aji, udah bisa mendeskripsikan bagaimana keadaan seorang jomblo kepada khalayak ramai umat manusiyah meski sebetulnya saya memang prematur mengatakan bahwa lagu ini mewakili saya sebagai seorang jomblo single yang punya jatidiri. Harusnya yang pas merasa keterwakili oleh lagu ini kan yang usianya udah kepala 3, yang udah sukses, macho, dan lain-lain yang bagus-bagus. Bukan kayak saya yang masih gembel, kismin, norak, dekil, kurus, kerempeng, cemen, gak jelas, pengangguran, dan lain-lain yang jelek-jelek.

Ada satu lagu lagi yang membuat saya terkesan, yaitu lagunya Iga Mawarni yang berjudul Kasmaran. Entah kenapa lagu Iga Mawarni malam itu cukup easy listening juga (halah pake bahasa inggris lagi). Ya pokoknya enak didengar lah malam itu. Meski pun barusan saya nonton lagi di Youtube, kok gak ngerti lagi ya sama iramanya. Mungkin saya ini memang generasi masa kini dengan tampang masa lalu kali ya, lagu-lagu jadul malah saya sukai. Wkwkwkwkwk...

Malam itu juga (16 Agustus malamnya) saya merasa berflower-flower gitu. Oke ini memang terkesan alay lebay beud, tapi gak apa-apa lah saya kasih tau aja. Malam itu tiba-tiba saya dipertemukan sama seonggok sesosok gadis yang cantik dan manis. Pastinya banyak lelaki yang langsung klepek-klepek kalo mendapat senyum darinya. Saya tak perlu menyebutkan namanya lah, sebut saja Juminten, mahasiswi semester atas di UIN Syarif Hidayatullah.

Entahlah, malam itu kok kenapa si Juminten begitu menarik perhatian saya diantara teman-temannya yang lain yang juga cantik-cantik. Padahal kata bang Ipul (temen sekomunitas Topi Bambu yang juga jaga stand) bilang kemaren si Juminten juga datang bersama teman-temannya. Mereka jadi crew tambahan panitia penyelenggara. Tapi malam itu tidak seperti kemarin malamnya, saya tidak menyadari kehadiran si Juminten. Saya ini kan orangnya cuek jaim-jaim sombong so cool gitu kalo deket rombongan cewek-cewek. Wkwkwkwkwk....

Tepatnya kalau kata lagu Iga Mawarni, saya lagi kasmaran. Ya memang saya langsung jatuh cinta sama si Juminten malam itu. Tapi apa daya, si Juminten itu pacar orang, jadi saya harus mengubur dalam-dalam deh keinginan untuk menjadi kekasih hatinya. Lagian juga mana mau si Juminten sama saya, da aku mah apa tuh, cuma lelaki cemen yang mirip Aliando aja... Hahaha... Lagian langsung jatuh cinta cuma karena kecantikan wajah di awal-awal pertama berjumpa itu kan bisa aja cuma nafsu. Eaakkkk....

Tapi gak apa-apa deh, yang penting bisa poto bareng si Juminten. Oh Juminten, semoga aja kita bisa ketemu lagi. Amiinn.... :D

Hari Kedua (16 Agustus 2015). Poto bareng Juminten, saya tetep metal meski pun di acara musik jazz. :D
Oke, akhirnya acara Tangsel Jazz Festival pun ditutup jam 1 pagi. Karena harus bawain barang-barang dulu, tercatat jam 4 subuh lah saya baru sampai rumah. Maaf poto-potonya masih di kamera es-el-er bang Ipul, jadi maklum deh kalo gak ada poto-potonya. Pokoknya acara yang sangat berkesan deh. Thanks Komunitas Topi Bambu, thanks Pemkot Tangsel, dan musisi-musisi jazz Indonesia. Tahun depan mah harus dateng ke acara tersebut sama pacar, eh kalo bisa sama istri. Amiinnn....

Wassalamu'alaikum, Wr, Wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kalau mau komen silahkan komen. Siapa aja boleh komen, apa aja asal tidak menghina SARA. Woles men...