"Kita sudah cukup begini, kita hanya punya nama baik, itu saja yang harus kita jaga terus." (Muhammad Hatta)

Pilkades Milyaran di Desa Tetangga

Rabu, 27 November 2019

Pilkades Desa Kadu Tangerang 2019.
Sumber: Dokumentasi prbadi.

Siang tadi tepat di persimpangan jalan Kampung Kadu Kaler, aku berpapasan dengan kampanye calon Kades warna merah di Desa tetangga. Suasananya riuh. Para pendukung antusias mengelukan sang calon yang merupakan keponakan dari Kades petahana Dokterandus Atan, lurah sekaligus sultan di Desa Kadu yang kini sudah almarhum.

Usia sang calon masih sangat muda. Terkenal sebagai aktivis yang punya nama beken hingga tingkat Kabupaten tentu menjadi modal yang bagus untuk pencalonannya. Ditambah secara finansial, punya mamang yang merupakan seorang sultan di bidang limbah pabrik adalah kekuatan yang tak terbantahkan buatnya.

Selain calon berwarna merah, masih ada tiga calon lain. Kesemuanya masih muda. Berusia 30-40 tahun. Dari empat orang calon, konon tiga orang calon termasuk calon berwarna merah masih satu keluarga, masih sabaraya, masih satu moyang bersaing berebut tahta orang nomor satu di Desa. Satu calon lagi adalah anak muda, pengusaha buah dan sayur yang memberanikan diri jadi penantang. Persaingan tentu jadi seru dan penuh intrik.

Desa Kadu sendiri adalah sebuah Desa yang berbatasan langsung dengan Kota Tangerang. Meski berstatus Desa, kultur masyarakatnya sudah urban, sudah perkotaan dicirikan dengan padatnya pemukiman dan banyaknya pabrik juga kontrakan. Luas wilayahnya hanya sekitar 570-an hektar, tapi sekira lima puluh ribu jiwa hidup di dalamnya. 

Kini di Desa Kadu sudah mulai terasa berdesak-desakan, macet. Kadang aku berpikir, 20 tahun lagi apakah mungkin tanah di Desa Kadu masih sanggup menampung tai dari puluhan ribu jiwa yang ngising setiap hari? Entahlah. Biarkan saja itu menjadi masalah yang harus dipikirkan bersama oleh para elite dan aktivisnya. Juga para pemilik modal dan buruhnya.

Di utara Desa, karena dilewati langsung akses tol Jakarta - Merak, berdiri banyak pabrik dan kawasan industri. Pergi ke selatan kau masih banyak melihat hamparan sawah dan kebun yang tidak lagi produktif, yang mayoritas kepemilikannya sudah milik korporasi besar. Di pinggir-pinggir jalan utamanya, kau sudah jarang menemukan tanah lapang. Yang ada cuma pabrik, ruko, toko dan segala lapak yang menjual beraneka ragam barang penggoda nafsu.

Seksinya kondisi perekonomian di Desa Kadu tentu menarik banyak minat anak manusia. Biar cuma sekelas Pemilihan Kepala Desa, kau akan bisa dapat banyak penghidupan kalau mau fokus ikut kampanye, apalagi dipercaya jadi tim sukses. Banyak orang kecil, orang besar, Ulama, Ormas, LSM hingga wartawan bodrek abal-abal maupun profesional cari rezeki musiman di dalamnya.

Memang bukan cuma Pilkades di Kabupaten Tangerang saja yang sepertinya menghabiskan uang milyaran rupiah. Menghabiskan anggaran fantastis. Di Kabupaten lain, bukan cuma di sekitaran ibukota seperti Bogor atau Bekasi, tapi di pedesaan yang masih banyak sawah hijaunya, menjadi Kades adalah suatu hal yang penuh gengsi, dan banyak keuntungan. Dan tentu jadi sumber rezeki musiman yang lumayan buat membeli lauk.

Akhir cerita, Desa Kadu adalah tanah kelahiranku, juga tanah kelahiran buyut moyangku. Sebagai seorang kelahiran Desa Kadu, yang ikut pindah bersama orang tua ke Desa Binong (Kini sudah Kelurahan), dan sekarang ber-KTP Lebak, aku berharap Pilkades 1 Desember nanti menjadi sarana Desa memiliki pemimpin yang tidak melulu memikirkan proyek dan kepentingan pendukungnya. Tapi memikirkan juga bagaimana lingkungan Desa tidak kumuh, tidak semrawut, dan menjadikan Desa sebagai tempat yang aman dan nyaman dalam mencari penghidupan. Tidak serakah dan tidak sikut-sikutan. Amiin.

Selamat memilih buat warga Desa Kadu.

-----
Curug, Tangerang, 27 November 2019
Repost dari catatan Facebook pribadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kalau mau komen silahkan komen. Siapa aja boleh komen, apa aja asal tidak menghina SARA. Woles men...