"Kita sudah cukup begini, kita hanya punya nama baik, itu saja yang harus kita jaga terus." (Muhammad Hatta)

5 Alasan Mengapa Kamu Harus Nonton Film Layar Lebar di TV Gratisan Aja

Senin, 21 Desember 2015

Sumber gambar: http://brainconnection.brainhq.com/
Assalamualaikum, Wr, Wb.

Siapa sih yang gak suka film (yang dalam bahasa Sunda disebut pilem)?

Orang-orang masa kini tentu saja suka dengan pilem, mulai dari pilem kartun, pilem aksi, drama percintaan, komedi, horor, pilem biru, dan panas dingin kayak pilem percintaan masa kini yang pemain utamanya bisa berubah jadi ular terus melawan naga. Pilem beserta turunannya seperti sineron, telenopela, eptipi, de el el telah menjadi hiburan baru di masyarakat kekinian dan sekaligus telah menjadi salah satu mata pencaharian yang sangat WOW (dibaca; industri padat modal) bagi sebagian orang seperti pemaen pilemnya, rumah produksinya, perusahaan bioskop, perusahaan-perusahaan tipi, de es be.

Ngomongin film (yang dalam bahasa Sunda disebut pilem), tentunya para pembaca juga pasti pernah nonton pilem kan? Khususon pilem layar lebar, yang durasi tayangnya antara 80 sampai dengan 120 menit. Di negeri tercinta Indonesia, pilem layar lebar atau yang orang kampungan saya bilang pilem tuwenti wan karena memang pilem itu waktu pertama kali keluar hanya bisa disaksikan di jaringan bioskop tersebut (meski sekarang ada banyak bioskop sih selain tuwenti wan). Selain bisa ditonton lewat layar bioskop yang AC-nya dingin beud, pilem layar lebar juga bisa ditonton lewat internet via situs yang bikin perih mata karena baner iklannya. Atau lewat DVD bajakan yang sekeping 10 rebu dengan kualitas gambar memprihatinkan. Dan atau juga lewat layar tipi yang iklannya bujubuneng dan ada kuisnya. Enak beud kan hidup di Indonesia? :D

Saya pribadi sendiri sebetulnya kalau nonton pilem layar lebar lebih suka nonton di TV (dalam bahasa Sunda disebut tipi). Tipi berbayar? Tentu saja bukan. Ya di tipi gratisan aja, yang sinyalnya bisa ditangkap pake antena kawat aja. Hehehe, kenapa eh mengapa? Saya punya 5 alasan, baca aja di bawah ranjang sini ya:

1. Iklan di saat seru
Ketika menonton pilem layar lebar di tipi, biasanya di bagian seru, misal saat-saat genting, saat menegangkan, saat-saat gregetan dalam sebuah alur cerita pilem tiba-tiba saja dipotong iklan. Iklannya gak main-main lagi, biasanya sampai 5-8 menit. Tapi inilah seninya menonton pilem layar lebar di tipi gratisan, kita bisa menunda sejenak waktu tayang iklan tersebut buat mimi cucu, makan nasi sepiring sebiji-sebiji, beol, atau kalau perlu nyuci celana jeans pake satu tangan sambil sesekali nyumpah-nyumpahin akun si tipi gratisan di twitter dengan kata-kata sampah. Nonton pilem layar lebar di tipi gratisan itu ibarat naek roler coaster yang tiba-tiba berhenti ketika sedang berada di tikangan atas pada posisi terbalik. Saran saya, bijaklah menggunakan remot tipi dan perbanyak baca istigpar jika anda seorang muslim.

2. Tidak melanggar hukum dan tidak merugikan
Ketika menonton pilem di layar tipi gratisan, maka tentu saja tidak melanggar hukum (hak cipta) jadi tidak merugikan si pemilik hak cipta pilem (yang tentu saja waktu bikin pilemnya pake duit, bukan pake daun genjer) meski kita gak ngeluarin duit sama sekali. Yoi coy, kita telah ikut membayar royalti pilem yang memperkaya para pelaku industri pilem lewat iklan yang ditonton.

Berbeda ketika kita menonton pilem lewat DVD bajakan, yang hanya memperkaya sebagian oknum yang gak punya ide keren buat nyari duit (dibaca; mapia pembajak DVD) meski memang menghidupi para pedagang kecil penjual DVD bajakan juga sih (jadi merasa serba salah nih). Tapi yang jelas, lebih berbeda lagi ketika kita menonton atau mengunduh pilem via situs rombeng gajebo, dan ini lebih berbahaya. Bayangkan, kita hanya memperkaya si oknum pengelola situs yang otaknya udah gak cemerlang lagi karena gak punya ide keren lagi buat nyari duit dengan cara menjual link striming pilem bajakan mereka ke pengiklan judi, viagra, obat kuat dan bisnis apa lah itu, bener-bener maruk si pemilik website itu.

3. Sedekah ke para kapitalis
Dengan tetap menonton pilem layar lebar di tipi gratisan, maka saat itu pula kita sedang menjalankan sistem ekonomi yang terbentuk atas dasar si kuat, si sedang, dan si lemah. Ketika mayoritas penonton tipi adalah orang kelas menengah ke bawah, maka ketika itu pula tercipta peluang bagi orang-orang kelas menengah ke atas (pemilik tipi, perusahaan iklan, pemilik iklan) untuk terus mengambil keuntungan sebesar-besarnya lewat ide dan uang mereka, lewat virus hedonis yang mereka sebarkan.  Gak ngerti kan? Sama...

Tapi jangan lah iri hati, kita (kita? Lu aja kali Gung) sebagai orang kecil hanya bisa berpasrah saja dan tawakal. Anggap saja ini adalah sedekah kita untuk mereka (para kapitalis, para orang-orang kaya). Dan berdoa saja, kalau kelak akan ada sistem ekonomi dimana keadilan sosial berlaku sehingga tidak ada ketimpangan yang sangat mencolok antara si pemilik stasiun tipi dengan si pemilik pesawat tipi 14 inci.

4. Hemat biaya
Inilah salah satu alasan paling logis dan oke kalau menonton pilem layar lebar di tipi gratisan itu lebih baik, bahkan dibanding nonton di bioskop. Jika di bioskop harga segelas minuman saja setara dengan harga 2 bungkus rokok kretek belum lagi harga tiketnya, bayangkan jika menonton layar lebar di tipi di ruang tengah rumah bapakmu? Sebatang rokok kretek pun bahkan lebih mahal dari segelas air putih yang dimasak ibumu. Hehehe...

Poin nomor 4 ini sebetulnya kembali lagi menyinggung sistem ekonomi yang saya jabarkan di poin 3. Sistem ekonomi yang seperti itu katanya harus terus berjalan, dimana katanya harus tetap ada orang kaya dan orang miskin agar sistem ekonomi tersebut menjadi seperti roda, terus bergerak maju, berputar dari bawah ke atas. Meski nyatanya sistem ekonomi tersebut tak seperti itu, yang atas tetap di atas, yang bawah tetap di bawah. Tidak menawarkan jaminan bagi orang-orang lemah seperti saya, dan banyak lainnya di luar sana. Sistem ekonomi tersebut hanya menawarkan orang-orang lemah untuk terus bekerja keras dan berhemat keras agar tetap bisa bertahan hidup (Lah kok dari pilem nyambung-nyambung ke sistem ekonomi sih gung?) Haha, gak apa-apa lah yang penting intinya, kita harus tetap hemat ditengah zaman penjajahan orang-orang kaya seperti mengurangi hasrat untuk menonton pilem di bioskop.

5. Gak perlu takut dicap jomblo
Inilah alasan terakhir saya mengapa nonton pilem layar lebar di tipi gratisan itu untuk kesekian kalinya lebih baik di banding nonton di bioskop. Hehe, jawabannya karena gak perlu takut diliatin cewek-cewek yang pada bawa pasangan yang membuat kita suudzon kalau mereka sedang ngatain kita JOMBLO di dalam hatinya. Selain itu kita pun gak perlu takut ketemu teman lama di bioskop nanya “Lu nonton sendirian aja?” meski pertanyaan tersebut tidak bermaksud menghina kita sebagai jomblo, tapi tetap aja rasanya itu nyelekit, bikin muka jadi mateng. Hahaha...

Oke itu lah 5 alasan gajebo saya mengenai nonton pilem di layar tipi itu harus kamu lakukan. Meski memang konsekuensinya menyebabkan kita menjadi RANGAP (kuRANG APdet) yang menyebabkan kita gak nyambung waktu berdialog seputar pilem terbaru dengan perempuan yang kekinian. Misal ketika ada perempuan bertanya “Kalo pemeran Edward Culun di pilem Twailaig Siga yang ganteng itu siapa sih? Aku lupa?” lalu kita jawab “Barry Prima bukan? keren juga ya Barry Prima waktu masih muda, kayak aku...” hahaha....

Demikianlah tulisan sarap ini saya tulis tanpa ada pengaruh obat-obatan terlarang atau pun obat ambeyen.


Wassalamualaikum, wr, wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kalau mau komen silahkan komen. Siapa aja boleh komen, apa aja asal tidak menghina SARA. Woles men...