Siapa sih yang gak suka film (yang dalam bahasa Sunda
disebut pilem)?
Orang-orang masa kini tentu saja suka dengan pilem, mulai dari pilem kartun, pilem aksi, drama percintaan, komedi, horor, pilem biru,
dan panas dingin kayak pilem percintaan masa kini yang pemain utamanya bisa
berubah jadi ular terus melawan naga. Pilem beserta turunannya
seperti sineron, telenopela, eptipi, de el el telah menjadi hiburan baru di
masyarakat kekinian dan sekaligus telah menjadi salah satu mata pencaharian
yang sangat WOW (dibaca; industri padat modal) bagi sebagian orang seperti
pemaen pilemnya, rumah produksinya, perusahaan bioskop, perusahaan-perusahaan
tipi, de es be.
Ngomongin film (yang dalam bahasa Sunda disebut pilem),
tentunya para pembaca juga pasti pernah nonton pilem kan? Khususon pilem layar
lebar, yang durasi tayangnya antara 80 sampai dengan 120 menit. Di negeri
tercinta Indonesia, pilem layar lebar atau yang orang kampungan saya bilang
pilem tuwenti wan karena memang pilem itu waktu pertama kali keluar hanya bisa
disaksikan di jaringan bioskop tersebut (meski sekarang ada banyak bioskop sih
selain tuwenti wan). Selain bisa ditonton lewat layar bioskop yang AC-nya
dingin beud, pilem layar lebar juga bisa ditonton lewat internet via situs yang
bikin perih mata karena baner iklannya. Atau lewat DVD bajakan yang sekeping 10
rebu dengan kualitas gambar memprihatinkan. Dan atau juga lewat layar tipi yang
iklannya bujubuneng dan ada kuisnya. Enak beud kan hidup di Indonesia? :D
Saya pribadi sendiri sebetulnya kalau nonton pilem layar
lebar lebih suka nonton di TV (dalam bahasa Sunda disebut tipi). Tipi berbayar?
Tentu saja bukan. Ya di tipi gratisan aja, yang sinyalnya bisa ditangkap pake
antena kawat aja. Hehehe, kenapa eh mengapa? Saya punya 5 alasan, baca aja di
bawah ranjang sini ya:
1. Iklan di saat seru
Ketika menonton pilem layar lebar di tipi,
biasanya di bagian seru, misal saat-saat genting, saat menegangkan, saat-saat
gregetan dalam sebuah alur cerita pilem tiba-tiba saja dipotong iklan. Iklannya
gak main-main lagi, biasanya sampai 5-8 menit. Tapi inilah seninya menonton
pilem layar lebar di tipi gratisan, kita bisa menunda sejenak waktu tayang
iklan tersebut buat mimi cucu, makan nasi sepiring sebiji-sebiji, beol, atau
kalau perlu nyuci celana jeans pake satu tangan sambil sesekali
nyumpah-nyumpahin akun si tipi gratisan di twitter dengan kata-kata sampah.
Nonton pilem layar lebar di tipi gratisan itu ibarat naek roler coaster yang
tiba-tiba berhenti ketika sedang berada di tikangan atas pada posisi terbalik.
Saran saya, bijaklah menggunakan remot tipi dan perbanyak baca istigpar jika
anda seorang muslim.
2. Tidak melanggar hukum dan tidak merugikan
Ketika menonton pilem di layar tipi
gratisan, maka tentu saja tidak melanggar hukum (hak cipta) jadi tidak
merugikan si pemilik hak cipta pilem (yang tentu saja waktu bikin pilemnya pake
duit, bukan pake daun genjer) meski kita gak ngeluarin duit sama sekali. Yoi
coy, kita telah ikut membayar royalti pilem yang memperkaya para pelaku
industri pilem lewat iklan yang ditonton.
Berbeda ketika kita menonton pilem lewat
DVD bajakan, yang hanya memperkaya sebagian oknum yang gak punya ide keren buat
nyari duit (dibaca; mapia pembajak DVD) meski memang menghidupi para pedagang
kecil penjual DVD bajakan juga sih (jadi merasa serba salah nih). Tapi yang
jelas, lebih berbeda lagi ketika kita menonton atau mengunduh pilem via situs
rombeng gajebo, dan ini lebih berbahaya. Bayangkan, kita hanya memperkaya si
oknum pengelola situs yang otaknya udah gak cemerlang lagi karena gak punya ide
keren lagi buat nyari duit dengan cara menjual link striming pilem bajakan mereka
ke pengiklan judi, viagra, obat kuat dan bisnis apa lah itu, bener-bener maruk
si pemilik website itu.
3. Sedekah
ke para kapitalis
Dengan tetap menonton pilem layar lebar di tipi
gratisan, maka saat itu pula kita sedang menjalankan sistem ekonomi yang
terbentuk atas dasar si kuat, si sedang, dan si lemah. Ketika mayoritas
penonton tipi adalah orang kelas menengah ke bawah, maka ketika itu pula
tercipta peluang bagi orang-orang kelas menengah ke atas (pemilik tipi, perusahaan
iklan, pemilik iklan) untuk terus mengambil keuntungan sebesar-besarnya lewat
ide dan uang mereka, lewat virus hedonis yang mereka sebarkan. Gak ngerti kan? Sama...
Tapi jangan lah iri hati, kita (kita? Lu
aja kali Gung) sebagai orang kecil hanya bisa berpasrah saja dan tawakal.
Anggap saja ini adalah sedekah kita untuk mereka (para kapitalis, para
orang-orang kaya). Dan berdoa saja, kalau kelak akan ada sistem ekonomi dimana
keadilan sosial berlaku sehingga tidak ada ketimpangan yang sangat mencolok antara
si pemilik stasiun tipi dengan si pemilik pesawat tipi 14 inci.
4. Hemat biaya
Inilah salah satu alasan paling logis dan
oke kalau menonton pilem layar lebar di tipi gratisan itu lebih baik, bahkan
dibanding nonton di bioskop. Jika di bioskop harga segelas minuman saja setara
dengan harga 2 bungkus rokok kretek belum lagi harga tiketnya, bayangkan jika
menonton layar lebar di tipi di ruang tengah rumah bapakmu? Sebatang rokok
kretek pun bahkan lebih mahal dari segelas air putih yang dimasak ibumu. Hehehe...
Poin nomor 4 ini sebetulnya kembali lagi menyinggung
sistem ekonomi yang saya jabarkan di poin 3. Sistem ekonomi yang seperti itu
katanya harus terus berjalan, dimana katanya harus tetap ada orang kaya dan
orang miskin agar sistem ekonomi tersebut menjadi seperti roda, terus bergerak
maju, berputar dari bawah ke atas. Meski nyatanya sistem ekonomi tersebut tak
seperti itu, yang atas tetap di atas, yang bawah tetap di bawah. Tidak
menawarkan jaminan bagi orang-orang lemah seperti saya, dan banyak lainnya di
luar sana. Sistem ekonomi tersebut hanya menawarkan orang-orang lemah untuk
terus bekerja keras dan berhemat keras agar tetap bisa bertahan hidup (Lah kok
dari pilem nyambung-nyambung ke sistem ekonomi sih gung?) Haha, gak apa-apa lah
yang penting intinya, kita harus tetap hemat ditengah zaman penjajahan
orang-orang kaya seperti mengurangi hasrat untuk menonton pilem di bioskop.
5. Gak perlu
takut dicap jomblo
Inilah alasan terakhir saya mengapa nonton
pilem layar lebar di tipi gratisan itu untuk kesekian kalinya lebih baik di
banding nonton di bioskop. Hehe, jawabannya karena gak perlu takut diliatin cewek-cewek
yang pada bawa pasangan yang membuat kita suudzon kalau mereka sedang ngatain
kita JOMBLO di dalam hatinya. Selain itu kita pun gak perlu takut ketemu teman
lama di bioskop nanya “Lu nonton sendirian aja?” meski pertanyaan tersebut
tidak bermaksud menghina kita sebagai jomblo, tapi tetap aja rasanya itu
nyelekit, bikin muka jadi mateng. Hahaha...
Oke
itu lah 5 alasan gajebo saya mengenai nonton pilem di layar tipi itu harus kamu
lakukan. Meski memang konsekuensinya menyebabkan kita menjadi RANGAP (kuRANG APdet)
yang menyebabkan kita gak nyambung waktu berdialog seputar pilem terbaru dengan
perempuan yang kekinian. Misal ketika ada perempuan bertanya “Kalo pemeran Edward Culun di
pilem Twailaig Siga yang ganteng itu siapa sih? Aku lupa?” lalu kita jawab
“Barry Prima bukan? keren juga ya Barry Prima waktu masih muda, kayak aku...”
hahaha....
Demikianlah
tulisan sarap ini saya tulis tanpa ada pengaruh obat-obatan terlarang atau pun
obat ambeyen.
Wassalamualaikum,
wr, wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kalau mau komen silahkan komen. Siapa aja boleh komen, apa aja asal tidak menghina SARA. Woles men...